(image by Elja on Canva Studio) Pada tahun dengan angka kembar per dua digit, perahu ( atau kita sebut saja kapal ) yang masih kecil dan rin...

Perahu Kecil yang Ringkih (1)


(image by Elja on Canva Studio)


Pada tahun dengan angka kembar per dua digit, perahu (atau kita sebut saja kapal) yang masih kecil dan ringkih mulai berlayar pelan-pelan ke tengah lautan. Dengan perbekalan yang sedikit, Kapten Kapal dengan percaya diri memimpin kendali untuk berlayar dengan tujuan awal berjarak kurang lebih enam ratus enam puluh tujuh kilometer dari pusat ibu kota negara. Dia mulai belajar mengenali kondisi angin, mengecek layar yang terbentang, meneropong segala kemungkinan, berjaga dengan badai, dan sering pula (bersama-sama) berusaha untuk mendayung sampan lebih kuat agar perahu tetap berjalan.

Sementara itu, sang Awak Kapal mulai mengenali kondisi. Dia tahu bahwa awal perjalanan ini akan sangat membutuhkan juang yang hebat, badan yang sehat, dan mental yang kuat. Dia tahu bahwa akan ada bagian-bagian penting yang membutuhkan dirinya untuk memegang kendali, memastikan (mencari dan menyiapkan) segala kebutuhan hidup agar terpenuhi. Ada saat Awak Kapal terpaksa bertukar peran untuk mengambil alih, tetapi dia jalani dengan senang hati. Bukankah sang Kapten dan Awak Kapal telah saling percaya dan berjanji?

Saat perahu bersandar di dermaga pulau yang dituju, Kapten Kapal menunaikan hajatnya untuk mencari bekal—materi dari para guru, di gedung tinggi, dengan seragam rapi dan berdasi. Ada kalanya, Kapten dan Awak Kapal menyisir hutan untuk mencari daun-daun yang bisa dilahap dan menjadi energi tubuh. Setidaknya, cukup untuk bisa menjadi energi tubuh–meski tak hanya sekali, keduanya pernah hingga keracunan. Kondisi ruang beristirahat pun tak lagi menjadi masalah bagi Awak Kapal meski dalam beberapa situasi, kayu-kayu kapal mulai lapuk akibat sengatan matahari dan deburan ombak yang tinggi, air laut mulai menggenangi perahu, hawa dingin dan panas silih berganti.

Dalam masa yang tak sebentar, Kapten dan Awak Kapal bertemu banyak sekali kapal lain yang bersandar di dermaga. Beragam jenis kapal ditemukan oleh mereka, mulai dari perahu yang sederhana hingga yang sudah besar. Beruntungnya, Kapten dan Awak Kapal mendapat banyak sekali "bantuan" dari para tetangga kapal. Mereka berdua lemah, tetapi mau berjuang, kemudian Tuhannya memberikan bantuan. Namun, jika mereka berdua lemah, tetapi hanya salah satu yang mau berjuang, bagaimana mereka mendapatkan bantuan, kecuali gangguan?

Satu setengah tahun mereka habiskan untuk belajar dan beradaptasi. Dalam kondisi yang serbakurang, keduanya optimis mendapat bekal yang cukup. Kapten dan Awak Kapal pun bergegas berlayar kembali. Peta telah di tangan, kompas telah dipasang, dan buku catatan berisi tujuan atas diskusi dan persetujuan keduanya telah rampung ditulis. Kalau begitu, Kapten melihat situasi, Awak Kapal juga ikut berjaga dan memantau sekitar. Jika ada ombak atau badai yang berbahaya, keduanya perlu saling menjaga. Jika ada perahu perompak yang mau menyerang, keduanya harus saling siap mengadang. Bukankah itu sudah aturan alam?

Di pelayaran selanjutnya, gelombang lebih tinggi, gerimis hingga badai mulai datang. Lalu, yang tak disangka, di tengah pelayaran yang masih dalam kondisi lemah dan serbajuang, ada monster laut yang berjaga di batas teritorial.

0 comments: